Die Hälfte für Sie in diesem Atem 2 (Untukmu Separuh Nafas Ini 2)


Kota Cilegon malam itu begitu ramai, banyak sekali anak-anak muda yang berkumpul bersama kawan-kawannya, baik kawan sekolah maupun kawan komunitas hobi mereka masing-masing. Kehangatan persaudaraan mereka begitu terlihat dan dapat dirasakan bagi siapapun yang melihatnya, tertawa bersama, bernyanyi bersama, membuat keakraban mereka begitu dekat dan lekat. Diantara kehangatan berkumpulnya para pemuda, terlihat sosok gadis cantik menggunakan syal berwarna kuning yang hanya duduk seorang diri, sangat terlihat mencolok, aku terus mengamatinya dari jauh, raut wajahnya terlihat pucat pasi, entah apa yang ada dibenaknya, namun yang jelas raut kesedihannya sangat tampak.
Aku tak henti-hentinya mengamati, sampai pada akhirnya terlintas pikiran gila di otakku untuk menghampirinya, tadinya aku ragu, tapi karena melihat kondisinya yang terlihat begitu pucat aku merasa iba, mungkin sedikit pengetahuanku tentang kesehatan bisa meberikan sedikit saran untuknya. Secara perlahan aku mulai menghampirinya, semakin aku mendekatinya, semakin jantungku berdebar, akhirnya aku memberanikan diri untuk menyapanya terlebih dahulu. “Selamat malam nona, boleh saya duduk di sini,” tanyaku dengan nada santun, “Ya, silakan mas…” jawabnya dengan nada yang sedikit lirih. Saat aku duduk di sampingnya, dia cenderung menutup diri dan menyembunyikan wajahnya, mungkin karena dia tak mau orang-orang di sekitarnya melihat wajahnya yang pucat. “Kog sendirian di sini non,  nggag gabung sama teman-teman?” tanyaku dengan ramah, “Enggag mas, saya lagi kepingin jalan-jalan sendirian,” jawabnya dengan lembut, dari cara dan nada berbicaranya entah mengapa aku menjadi teringat sosok wanita yang pernah aku kenal, dan aku merasa sosok wanita ini tidak asing bagiku, namun aku masih harus memastikan lagi, “Maaf, nona, kalau boleh tahu, nona masih mahasiswa, apa sudah bekerja?” tanyaku lagi, “Saya masih kuliah mas,” jawabnya, namun, dia masih terus menyembunyikam wajahnya dariku, “Kuliahnya jurusan apa mba? Kampusnya dimana?” tanyaku lagi, “Saya ambil jurusan keperawatan mas, di Politeknik Kesehatan,” jawabnya sambil tersenyum, ya, kali ini dia menunjukkan wajahnya kepadaku. Aku menatapnya tajam, aku hampir tidak percaya, aku mengenal sosok wanita ini, tapi, apakah mungkin? “Nona ini, namanya Linda bukan ya?” Tanyaku menegaskan, “Bagaimana mas tahu nama saya? Dan dari tadi tanya-tanya saya seperti Polisi saja, atau jangan-jangan mas ini penjahat ya?” Tanyanya penasaran dan kening berkerut, wajahnya kini semakin terlihat pucat. Eh, eh, bukan saya Putra kak, sepupunya Kak Bayu, masa’ udah lupa?” tanyaku dengan ramah, “Apa? Putrasepupunya Bayu?” tanggapnya dengan wajah masih terlihat pucat pasi, setelah aku menyebutkan nama dan identitasku, wajahnya semakin terlihat ketakutan, “Kakak kenapa? Kog menyendiri begini, wajah kakak kelihatan pucat sekali, kakak lagi sakit ya?” Tanyaku penasaran.“Enggag kog, enggag, kakak enggag apa-apa,” jawabnya dengan nada mengelak.
“Katanya Kak Bayu, Kak Linda sedang mengambil studi profesi di Kota Serang, apa udah selesai kak? Kok Kak Linda nggag main rumah?” tanyaku lagi, “Iya, ini kakak pulang karena ada acara keluarga sebentar, sebentar lagi aku berangkat lagi,” jawabnya dengan sedikit gemetaran, “Tapi wajah kakak pucat banget kak, lebih baik kakak pergi ke dokter dulu, apa mau saya antar kak?” kataku sembari menawarkan diri, “Enggag, enggag usah, aku nggag kenapa-kenapa kog, ya sudah, sampaikan salamku buat Bayu ya, aku mau pulang dulu, mau siap-siap berangkat,” jawabnya, “tapi kak, tunggu,” cegahku, dia bergegas, dia berjalan cepat, namun semakin jauh, langkahnya terlihat semakin nampak terhuyung-huyung, dan akhirnya Linda terjatuh. Aku sempat kaget, dan terpaku sejenak, kemudian aku lari sekencang mungkin untuk menghampirinya, orang-orang di sekitar juga ikut terkejut dengan peristiwa itu, aku seketika itu, langsung membalikan tubuhnya, kemudian memeriksa kesadarannya, nafasnya masih ada, namun nadinya lemah, darah segar mengalir dari hidungnya, aku segra menggendongnya dan memanggil taksi yang ada di dekat taman, aku dibantu orang-orang sekitar, memasukkan tubuh Linda yang tak berdaya itu  ke dalam mobil, seketika itu juga, aku membawanya ke rumah sakit.
Sesampainya di instalasi gawat darurat, aku tidak diperkenankan masuk, tim dokter beserta perawat langsung memberi tindakan, aku semakin bingung dengan kondisi ini, aku yang tadinya pergi berjalan-jalan untuk melepas penat akibat pola berpikirku yang berat, kini aku malah semakin berpikir berat. Aku semakin penat dengan kondisi ini, ada apa sebenarnya yang terjadi dengan Linda? Kondisinya terlihat begitu memprihatinkan. Dua puluh menit kemudian, dokter mempersilakan aku untuk masuk dan melihat keadaan Linda, tapi sebelumnya, aku bertanya terlebih dahulu kepada dokter yang memberi tindakan, “Dok, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa dia tiba-tiba pingsan dan mimisan? Dia tidak mau berkata jujur terhadap saya dok, apa yang sebenarnya terjadi?” Tanyaku mendesak, “Tidak apa-apa mas, Nona Linda hanya terlalu lelah, jam tidurnya kurang, mungkin karena aktivitasnya yang banyak, hanya perlu sedikit istirahat dan minum vitamin, kondisinya pasti kan pulih kembali.” Jelas dokter menenangkanku, “Tapi, kenapa sampai mimisan dok? Apakah kelelahan bisa sampai begitu?” tanyaku mendesak lagi, “Iya mas, respon tubuh setiap orang apabila ditimpa kelelahan berat itu bermacam-macam, kebetulan respon tubuh Nona Linda saat terlalu lelah adalah pusing dan mimisan, itu wajar mas,” jelas dokter lagi. Jawaban dokter cukup masuk akal, namun, entah mengapa, aku masih belum puas, dan masih terus bertanya-tanya. Aku kemudian mendekati Linda, dan mulai bertanya “Gimana kak, apa yang kakak rasakan sekarang?” Tanyaku penasaran, “Aku masih sedikit pusing, tapi sebentar lagi juga akan pulih, aku cuma kelelahan kog,” jelasnya dengan lirih, “Tolong jangan kamu ceritakan kejadian ini ke Bayu ya, kamu harus janji, aku nggag mau dia kepikiran tentang kejadian ini, pokoknya kamu nggag boleh cerita,” lanjutnya lagi. “Iya kak, aku nggag akan cerita, tapi setidaknya kakak kasih tau ke aku, apa yang sebenarnya terjadi pada kakak?’ desakku lagi, “Apa kamu tadi nggag tanya ke dokter? Kan aku juga sudah bilang tadi, kalau aku cuma kelelahan, kamu nggag usah khawatir,” jawabnya lagi dengan nada menekan, “Oke, baiklah, kakak nggag bohong kan? Aku tungguin kakak sampai pulih ya, nanti aku aku antar pulang,” tanggapku. Udah, kamu pulang aja nggag apa-apa, nanti malah pada khawatir kalau kamu nggag pulang-pulang, aku udah bilang tante minta dijemput, ini lagi perjalanan kemari, kamu pulang aja, istirahat, lagipula besok itu kan hari Kamis minggu ke dua di bulan April, kamu harus antar Bayu untuk kontrol kesehatan di rumah sakit, saat ini pasti obatnya sudah habis, kamu harus istirahat untuk menemani Bayu esok pagi,” tegasnya lagi.
Apa?! Bagaimana bisa, dikondisinya seperti ini, dia yang terkulai lemah dengan wajah pusat pasi dan begitu lemah, masih bisa memikirkan Bayu yang esok harus cek kesehatan, aku sendiri yang dalam kondisi sehat dan fit malah lupa, tetapi, dia masih ingat betul, ini sungguh membingungkan. Mungkin ini yang disebut dengan kekuatan kasih sayang, kasih sayang yang begitu kuat, yang terkadang malah membuat orang-orang di sekitar tidak mengerti dibuatnya.
Aku terpaksa berjanji untuk tidak mengatakan apapun soal kejadian malam ini kepada  Bayu, karena aku juga tidak ingin kesehatan Bayu malah semakin menurun, aku hanya bisa berharap, apa yang dikatakan oleh Linda kepadaku adalah yang sejujurnya, sehingga aku merasa sedikit lebih tenang. Keesokan paginya, Bayu meminta kepadaku untuk diantar ke rumah sakit menjalani perawatan dan melakukan cek kesehatan rutin serta berkonsultasi dengan dokter yang menanganinya. Berbagai tes kesehatan penunjang, mulai dari cek darah lengkap, cek urine, pemeriksaan MRI tulang belakang pun dijalani oleh Bayu, dan semuanya aku temani hingga selesai.
Aku merasa tidak tega ketika melihat jarum suntik untuk mengambil darah ditusukkan ke tubuhnya, rasa kesakitan yang amat sangat benar-benar tergambar dari wajahnya,belum lagi ketika pemeriksaan MRI dilakukan, suhu ruang pemeriksaan yang sangat dingin, membuatnya menggigil, bibirnya bahkan membiru, berkali-kali petugas menjelaskan untuk sedikit menahan rasa dingin dan mencoba untuk tetap tenang, agar gambar yang dihasilkan dapat benar-benar sempurna dan menegakkan diagnosis dokter dengan baik. Aku yang ketika itu mendampinginya di dalam ruang pemeriksaan merasakan rasa dingin yang sangat menusuk tulang, bagaimana dengan Bayu yang sedang dalam kondisi sakit, namun masih harus menahan rasa dingin yang amat sangat? Sungguh perjuangan yang luar biasa.
Setelah menunggu ber jam-jam, akhirnya hasil dari berbagai pemeriksaan penunjang itu dapat diambil, dan kami dapat segera menemui dokter untuk berkonsultasi berdasarkan hasil serangkaian pemeriksaan penunjang yang telah dijalani. Namun dokter menunjukkan jawaban yang kurang memuaskan bagi kami, menurut dokter, radang otot yang dialami bayu adalah akibat virus dan bakteri yang menyerang di sum-sum tulang belakang, entah virus itu berasal dari makanan ataupun media lain sehingga menyerang sistem motorik Bayu, yang menyebabkan otot di seluruh tubuh Bayu mengalami penurunan fungsi dan mengalami penyusutan, sehingga semakin hari tubuh Bayu semakin kurus. Tak hanya itu, ruas-ruas tulang belakang Bayu juga terlihat menyempit dari hasil pemeriksaan MRI yang telah dijalani, ini menyebabkan tubuh Bayu sangat kaku, karena hampir tidak ada lagi bantalan dan jarak yang memungkinkan ruang gerak bagi tulang belakang  Bayu untuk bergerak tegak dan menunduk.
Dokter terus berusaha memberikan resep obat terbaik yang diketahuinya, mulai dari dokter spesialis syaraf hingga dokter spesialis tulang ternama juga sudah tergabung menjadi tim yang ikut menangani kasus penyakit yang dialami Bayu, tapi semuanya sama, masih memberikan jawaban yang kurang memuaskan bagi kami. Tapi Bayu terlihat siap dan tegar, meskipun kemungkinan terburuk adalah dia harus selalu menjalani aktivitasnya di atas kursi roda.Aku yang berulang kali mendengarkan penjelasan dokter dengan seksama menjadi semakin sedih saja, aku bahkan hampir meneteskan air mata. Setelah menjelaskan berbagai prosedur dan perawatan kesehatan berkala yang harus dijalani Bayu, dokter mulai menuliskan resep, kami pun segera bergegas untuk menebus resep ini, karena aku berpikir Bayu sudah mulai kelelahan, karena sudah berjam-jam menjalani rangkaian pemeriksaan.
Setelah resep berhasil kami tebus, aku bermaksud mengajaknya pulang, namun, Bayu malah mengajakku untuk pergi ke toko aksesoris di dekat stasiun untuk membelikan hadiah ulang tahun Linda. Aku menolaknya, karena aku khawatir, dia akan kelelahan, namun dia memaksaku karena ulang tahunnya sebentar lagi, dan Linda juga telah berjanji akan berkunjung ke rumah untuk merayakannya bersama Bayu setelah pulang dari praktek kerja lapangan.Akhirnya aku memenuhi permintaannya itu, lagipula stasiun juga tidak terlalu jauh dari rumah sakit tempat kami berada, cukup berjalan 100 meter saja kami sudah sampai. Aku berjalan mendorong Bayu perlahan menuju stasiun, setelah sampai, ternyata pintu masuk ke are pertokoan sedang direnovasi, sehingga kami harus berjalan memutar, jadi, jarak yang harus kami tempuh menjadi cukup jauh. Setelah tiba, kami masuk untuk menuju ke toko aksesoris yang dimaksud Bayu, toko itu di dominasi warna kuning, di depannya terdapat bangku panjang bergaya taman di Eropa dari kayu yang juga berwarna kuning, begitu pula di dekat pintu masuk, terpasang lampu yang berornamen dan bergaya klasik seperti rumah-rumah di Paris. Sungguh indah melihatnya, siapapun yang melihat pasti akan terkesima dengan desain toko aksesoris ini. Kami masuk, dan ketika membuka pintu, terdengar suara bel, “Kring,” suara itu juga terdengar ketika pintu menutup. Berbagai hiasan dan pernak pernik unik dipajang di etalase toko yang hampir semuanya terbuat dari kaca, semua aksesoris dipajang begitu rapi dan terlihat indah.
Kami berkeliling dan melihat satu per satu, kiranya apa yang cocok untuk hadiah ulang tahun Linda, sampai akhirnya, petugas toko menghampiri kami, dan menawarkan bantuan. Petugas itu memberi saran pada kami untuk membeli kalung sebagai hadiah ulang tahun, berbahan logam mengkilap yang juga anti karat.Akhirnya , kami setuju dan melihat-lihat, ternyata, mata kalung juga dapat dimodifikasi dengan menggunakan susunan balok logam yang bertuliskan huruf abjad. Terpikir oleh Bayu untuk membeli kalung itu dan menuyusun nama Linda sebagai mata kalungnya, sungguh ide yang cemerlang dan romantis.
Aku merasa iri pada kisah cinta antara Bayu dan Linda, mereka berdua benar-benar saling menjaga perasaan dan mengerti kondisi masing-masing, berusaha untuk tetap tidak membuat satu sama lain merasa khawatir. Dalam kondisi mereka yang sedang sulit pun mereka masih bisa memikirkan satu sama lain. Mejalin hubungan dengan keadaan yang demikian rumit ini bukanlah suatu hal yang mudah, kasih sayang dan rasa cinta yang tulus merupakan hal paling utama dan yang berperan penting, bukan lagi kesenangan dan materi semata.
Sungguh indah kalung yang dibeli Bayu buat Linda, rangkaian balok logam bertuliskan abjad dihiasi oleh motif-motif bunga, warnanya yang mengkilap membuat kalung itu terlihat sangat elegan aku sudah membayangkan, betapa cantiknya Linda nanti apabila menggunakan kalung itu.Tak cukup sampai di situ, Bayu juga membelikan wadah penyimpan kalung itu, dia memilih warna merah muda, dan terpasang bordiran gambar hati berwarna merah di tutupnya, sungguh romantis.
Sesampainya di rumah, seperti biasa, Bayu merasakan lelah yang amat sangat, tubuhnya mulai merasakan linu yang kuat, aku meminumkan obat dari dokter untuknya, kemudian aku meninggalkannya di kamar untuk beristirahat. Tak lama berselang, ponsel Bayu berdering, pada layar ponsel muncul nama “My Darling Linda,” tanpa pikir panjang aku langsung mengangkatnya, “Halo, Assalamu’alaykum,” jawabku, “Halo, wa’alaykumsalam, Putra?” tanya Linda, “Iya, ini Putra kak,” kataku, “Putra, Bayu lagi apa?” tanya Linda, “Kak Bayu lagi tidur, tadi dia kelelahan menjalani serangkaian pemeriksaan di rumah sakit,” jelasku, “Oh ya sudah, gimana hasilnya?” Tanya Linda penasaran, “Cukup baik kak, kesehatan Kak Bayu semakin membaik, hanya saja Kak Bayu perlu mengkonsumsi vitamin untuk tulang dan otot secara rutin, untuk menjaga stamina dan memulihkan peradangan di otot,” jelasku, “Syukurlah, kamu masih memegang janji kamu yang kemarin kan? Kamu tidak cerita apa-apa tentang pertemuan kita kemarin kan?” tanya Linda, “Enggag kak, aku enggag cerita apa-apa kog, santai aja, Putra bisa dipercaya,” kataku. “Oke, siip, ya udah, nanti kalau dia udah bangun sampaikan saja, besok aku akan datang berkunjung, nanti aku akan hubungi dia lagi,” jelas Linda, “Oke, siaap kak, nanti aku sampaikan,” tanggapku. “Ya sudah kalau gitu, terima kasih ya, sampai jumpa besok, Wassalamu’alaykum,” tutup Linda, “Oke, kak, Wa’alaykumsalam,” tanggapku. Pembicaraan singkat itu, membuatku merasa sedikit berdosa, aku telah membohongi Linda tentang kondisi Bayu yang membaik, tapi tak apalah itu demi kebaikan mereka berdua.
Putra, kog kamu ngelamun sendirian gitu?’Tanya bibi tiba-tiba, “Eh, iya bi, hehe, ini kog bi, abis nerima telepon dari Kak Linda,” jawabku dengan sedikit terkejut, “Kamu udah makan belum? Makan dulu sana, kamu pasti lelah, seharian nemenin Bayu,” tawar bibi kepadaku, “Eh, iya bi, nanti saya makan, lagi kepingin duduk-duduk dulu, sambil menikmati angin AC bi, hehehe,” jawabku dengan canda, “Kamu pasti memikirkan kondisi Bayu ya? Sudahlah, jangan terlalu dipikir terlalu dalam, bibi juga tadinya kaget, tapi kita harus yakin, dan yang penting tetap berusaha yang terbaik, Tuhan itu pasti memberikan jalan hidup yang terbaik bagi hamba-Nya,” nasehat bibi kepadaku.
“Bibi nggag pernah merasa lelah?” Tanyaku dengan polosnya, bibi lalu tersenyum, dan menjawab “Lelah karena apa? Bukankah sudah kewajiban seorang ibu merawat dan mencurahkan kasih sayang kepada anak-anaknya?Apalagi jika salah seorang anaknya sedang sakit dan membutuhkan perawatan lebih.”
Bibi terlihat begitu tegar dengan kondisi yang kini sedang dialami oleh anaknya, bibi selalu semangat dalam merawat Bayu dan terus memberi dorongan motivasi untuk tetap yakin bisa sembuh. Kasih ibu yang benar-benar tulus, dan tak terhingga nilainya, wanita anggun nantegar, kuat, tak pernah menyerah dan terus mencurahkan kasih sayang kepada anaknya, bibi benar-benar hebat.
Bibi kemudian meninggalkanku dan masuk ke kamarnya untuk beristirahat, aku memandang Bayu yang sedang tidur dari ruang tengah, aku memandangnya, hingga tak terasa, air mataku menetes. Aku cukup sedih dan masih tak percaya akan hasil pemeriksaan penunjang yang telah dilalui Bayu, tapi memang inilah yang terjadi, aku hanya bisa berdo’a, mudah-mudahan Tuhan memberikan kesembuhan, sehingga Bayu bisa kembali beraktifitas secara bebas, bukan di atas kursi roda.
Ponsel Bayu kembali berdering, aku melihat nama Linda di ponsel itu, lalu aku mengangkatnya, “Halo, Putra?” Tanya Linda tiba-tiba, “Iya, betul ini Putra, ada apa kak, kog telepon lagi?” jawabku, “Sebelum aku ketemu sama kamu dan Bayu besok, ada yang ingin aku bicarakan ke kamu dulu, cuma kita berdua, aku kepingin kamu temui aku nanti malam, di tempat sama seperti kamu kemaren nggag sengaja ketemu aku,oke? Aku tunggu kamu jam 8 nanti malam, ingat, jangan bilang Bayu,” kata Linda kepadaku, “Oke kak,” jawabku.
Aku tambah penasaran, apa sebenernya yang ingin dibicarakan Linda kepadaku? Nada bicaranya sedikit aneh, apa yang sebenarnya terjadi? Pertanyaan-pertanyaan itu membuatku tak bisa tenang. Saat makan malam, Bayu melihat ponselnya, lalu bertanya kepadaku, “Linda tadi telepon waktu aku tidur?” “I, iya kak,” jawabku, “Kog telponnya sampai dua kali, kamu ngomong apa aja ke Linda?” tanya Bayu sedikit curiga, “Enggag ngomong apa-apa kog kak, kita Cuma ngobrol biasa, tentang rumor kesehatan, kan kita sesama tenaga kesehatan,” jawabku menutupi, “Kamu nggag cerita apa-apa tentang kondisiku ke Linda kan?” tanya Bayu lagi, “Enggag kog kak, kita itu ngomongin rumor kesehatan masa kini, sama tentang rencana Kak Linda yang mau berkunjung ke sini sekalian merayakan ulang tahunnya bareng Kak Bayu,” jawabku lagi. “Oh gitu, awas kamu ya, jangan sekali-kali ngasih tahu Linda tentang hasil pemeriksaanku kemaren,” ancam Bayu kepadaku.“Iya kak, iya, santai aja,” jawabku.“Kamu itu kog pakai pakaian begitu mau pergi kemana?” Tanya Bayu lagi, “Aku mau..ee…. Mau jalan-jalan sebentar ke taman kota kak,” jawabku, “Oke siip, aku ikut,” tanggap Bayu, “Jangan kak, jangan, malam ini kakak istirahat aja, aku cuma sebentar kog kak, lagian kalau keluar malam-malam begini kan dingin, kakak di rumah aja ya?” Rayuku, “Oh, jadi gitu, kamu tega jalan-jalan sendiri?” Kata Bayu lagi, “Bayu, biarin aja kenapa? Mungkin Putra baru dapet gebetan, terus janjian ketemuan di taman, kasih waktu buat dia dong,” Sela bibi diantara pembicaraan kami, “Oh, gitu, jadi udah dapet gebetan baru? Siapa? Kenalan di rumah sakit tadi ya?” Tanya Bayu lagi, “Ah, jangan gitu dong, kan jadi malu,” jawabku dengan canda.
“Ya udah deh, sana, ati-ati, harus sukses pokoknya,“ kata Bayu kepadaku yang akhirnya mengizinkanku untuk pergi sendiri. Aku bergegas mengambil jaket dan pergi. Aku naik taksi ke taman, karena sudah cukup terlambat untuk menemui Linda. Malam itu benar-benar dingin, angin cukup sering berhembus. Setelah sampai, aku langsung berlari ke taman dan menuju bangku tempat aku dan Linda bertemu beberapa hari lalu. Aku melihatnya duduk sendiri, sambil kedua tangannya bersedekap karena menahan udara dingin. Aku menyapanya dan segera mengajaknya pergi ke tempat yang lebih hangat, namun saat dia mencoba bangun, dia memegang kepalanya, dan keluar darah segar dari hidungnya, ya, darah itu, keluar lagi. Namun dia langsung mengelapnya dengan sapu tangan, dan mengajakku untuk bergegas.
Saat tiba di salah satu kafe dekat taman, aku memandangi Linda, “Apa yang terjadi sama Kak Linda sebenarnya? Kenapa keluar darah itu lagi?” Tanyaku mendesak, “Aku udah pernah bilang kan? Kalau aku kelelahan, aku pasti begini,” jawab Linda. “Sudahlah, itu nggag penting, yang penting sekarang aku minta sama kamu jawab dengan jujur, gimana kondisi Bayu saat ini?” tanya Linda balik dengan nada mendesak, “Aku kan juga sudah bilang di telepon tadi, kalau Kak Bayu sudah mulai membaik kondisinya,” jawabku menutupi, “Kamu nggag usah bohong, aku punya kenalan perawat di rumah sakit itu, perawat itu bilang kondisi Bayu sedang menurun, tapi dia tidak terlalu paham rinciannya karena hanya mendengar sekilas dari dokter, apa yang sebenarnya terjadi?, kamu nggag usah nutup-nutupin itu ke aku, kalau kamu terus nutup-nutupin, itu malah buat aku kepikiran terus,” desak Linda lagi,
Kali ini aku benar-benar dalam kondisi terjepit, aku bingung, haruskah aku menceritakan semuanya kepada Linda? Aku takut Bayu akan marah kepadaku dan tak akan pernah mau percaya lagi kepadaku. “Aku nggag tahu apa-apa kak, dokter cuma bilang kalau Kak Bayu, masih perlu pengobatan lanjut,” jawabku terus menutupi. “Cuma itu yang kamu tahu? Kenapa kamu nggag tanya sama dokter yang merawat Bayu lebih lanjut?” Tanya Linda, “Udah kak, tapi dokter cuma bilang begitu,” jawabku lagi. “Kamu enggag bohong kan? Aku cuma minta kamu jujur sama aku, awas aja kalau sampai nantinya kamu ketahuan bohong, aku nggag mau bicara sama kamu lagi,” ancam Linda kepadaku. Aku benar-benar dalam posisi sulit saat ini, ya, benar-benar sulit.

To be Continue.....

Tidak ada komentar: