Die Hälfte für Sie in diesem Atem 3 (Untukmu Separuh Nafas Ini 3-Habis)


Mereka berdua benar-benar memiliki rasa cinta yang benar-benar tulus dan apa adanya, tidak ada salah satu dari mereka yang menampakkan kesedihan dan kesusahannya masing-masing. Mereka berdua memiliki prinsip tidak ingin menyusahkan satu sama lain, memang hal ini baik, namun yang selalu terpikir dalam benakku, bukankah cinta itu rela menerima satu sama lain secara sukarela dan apa adanya? Bukankah kasih sayang itu saling melengkapi kekurangan masing-masing? Mengapa harus disembunyikan? Bukankah justru dalam situasi seperti mereka akan bisa membuktikan cinta sejati mereka masing-masing? Peristiwa ini benar-benar melatihku untuk dapat lebih bijak, lebih bijak dalam menghadapi perasaan dan kenyataan.
Dengan berat hati, akhirnya aku menceritakan semuanya tentang kesehatan Bayu, mulai dari hasil pemeriksaan kesehatan penunjang, hingga kesimpulan dari dokter yang merawat. Hasil pemeriksaan sumsum tulang belakang yang mengkhawatirkan dan gambaran MRI yang menunjukkan kelainan yang semakin memprihatinkan semuanya aku jelaskan perlahan. Betapa terkejutnya Linda mendengar semua ceritaku tadi, sepanjang aku menjelaskan Linda begitu serius, dan sesekali mengerutkan keningnya, sesekali pandangannya juga terlihat kosong.
Setelah selesai menjelaskan kondisi Bayu yang sebenarnya, wajah Linda berubah, raut wajahnya seperi menahan air mata, dia tak mengeluarkan sepatah kata pun. Aku juga ikut terdiam, aku juga berusaha menahan air mata, namun, aku tak sanggup, mataku berkaca-kaca, lalu air mata menetes begitu saja, sungguh pilu memang.
Begitu terenyuhnya kami dalam keadaan, sampai kami lupa bahwa kami sedang duduk di dalam kafe, karena lama tak memesan menu, akhirnya, pramusaji mendatangi kami dan menawarkan menu. Linda memesan secangkir cokelat hangat, sedangkan memesan secangkir kopi susu panas. Tak begitu lama, pesanan kami datang, saat, hendak meminum cokelat hangatnya, aku melihat tangan Linda tiba-tiba bergetar, pandangannya pun juga terlihat kosong kedua alisnya berkerut, wajahnya pucat, sampai akhirnya dia bersedekap dan seluruh tubuhnya gemetaran seperti orang menggigil kedinginan, aku melepas jaketku dan kuberikan kepadanya.
“Kakak kenapa?” Tanyaku, “Enggag, Cuma kedinginan,” jawabnya menenangkanku, “Makasih ya Putra, kamu udah mau jujur sama aku, kamu udah bersedia menceritakan semuanya ke aku, aku jadi nggag penasaran,” lanjut Linda. “Iya kak, tapi kalau Kak Bayu tahu kalau aku cerita sama kakak, bisa mati aku, memang sih sebenernya aku udah lama kepingin cerita semuanya ke kakak, tapi Kak Bayu melarangku, dia nggag mau Kak Linda khawatir dan terganggu konsentrasi kuliah sama kegiatan akademiknya,” jawabku lagi. “Justru kalau kamu tutup-tutupi terus aku malah semakin khawatir dan semakin kepikiran,” jawabnya.Tak hanya berbicang tentang kesehatan Bayu, kami pun juga mulai berbincang tentang perkembangan dunia kesehatan saat ini, hingga tak terasa malam semakin larut, aku kemudian memutuskan untuk mengantar Linda pulang dengan menggunakan taksi.
Setelah sampai di rumah, aku beristirahat sejenak, duduk di samping lampu malam redup di ruang tengah, aku memandangi foto yang terpasang di dinding, tampak tiga anak kecil yang duduk bersama dan menunjukkan raut wajah gembira. Semuanya berpose sambil tertawa. Ketiga anak ini duduk dengan posisi bertingkat sesuai usianya, yang bediri paling atas adalah kakak pertama, yang duduk di kursi adalah kakak kedua, dan yang duduk di lantai adalah yang paling kecil.
Dalam foto itu kakak sepupu pertama berdiri, memegang mainan mobil di tangannya, mengangkatnya tinggi-tinggi sambil tertawa, kakak sepupu kedua, duduk sambil tertawa, sedangkan sepupu yang paling kecil duduk di bawah mengangkat kedua tangannya dan juga ikut tertawa penuh keceriaan. Foto itu benar-benar membuatku tersenyum namun juga membuatku meneteskan air mata, betapa cerianya kami dulu, tiga saudara sepupu yang lucu dan polos. Bayu duduk di paling atas, karena dia yang paling tua, Handy, duduk di tengah karena dia sepupu tua kedua dan yang paling kecil adalah aku. Handy kini jarang bertemu kami, bahkan frekuensinya mungkin dalam satu tahun kami bertemu hanya empat kali, setelah masa tiga bulan bekerja, baru dia menyempatkan cuti.
Handy bekerja di Kalimantan tengah, di sebuah tambang batu bara, dia bekerja sebagai perintis atau pembuka lahan dengan kendaraan super besarnya, beberapa kali dia memamerkan kepada kami kendaraan sebesar rumah tiga lantai yang dia kemudikan ketika bekerja di sana. Pengalaman Handy yang selalu diceritakan kepada kamu sangatlah menghibur, tak jarang dia menceritakan pula kejadian-kejadian konyol ketika sedang bekerja, mulai kendaraannya yang diserbu monyet, hingga makan siangnya yang dicuri kuskus, kisah sulitnya buang air hingga mandi di sungai yang penuh dengan ikan-ikan besar. Cerita-cerita itulah yang sering menghibur Bayu untuk sejenak melupakan rasa lelahnya menghadapi semua.
Bukan hanya karena pekerjaannya saja yang membuat Handy jarang bertemu kami, namun statusnya yang sudah beristri juga membuat kami bertiga jarang berkumpul bersama, Istri Handy bernama Tanti, jika suami istri datang ini mengunjungi Bayu dan aku, lengkap sudah perangkat pengocol perut kami. Tanti orang yang menyenangkan, ramah, penyayang, dan memiliki selera humor seperti Handy.Aku hanya bisa terus berharap dan berdo’a agar kami bisa tetap berkumpul setidaknya setahun dua kali untuk menghibur Bayu.
Esok harinya, Linda datang, ke rumah, membawa dua buah bingkisan, satu kue ulang tahun dan satunya lagi makanan ringan untuk camilan.Terlihat raut wajah bahagia baik Bayu maupun Linda, bagaikan sepasang kekasih yang sudah ribuan tahun terpisah oleh jarak dan waktu, terlihat air mata kerinduan yang menetes, dan rasa hangat kasih sayang yang menggelora diantara mereka.Segera aku membuka bingkisan, memasang dan menyiapkan lilin untuk memulai acara syukuran kecil ini. Kami kemudian mempersilakan Linda untuk berdo’a dan meniup lilinnya. Setelah itu, tibalah penyerahan hadiah sarat makna dari Bayu kepada Linda. Air mataku menetes ketika melihat Bayu memakaikan kalung itu kepada Linda.
Benar-benar, situasi yang membuatku menjadi lemah, karena sungguh ini benar-benar mengguncang emosiku, aku bahkan tak kuat melihatnya lama-lama. Kekuatan cinta yang murni dan tulus benar-benar tergambar dari keduanya. Binar mata mereka sudah menjadi bukti gambaran besarnya kasih sayang dan ikatan jiwa yang erat.Aku mendapat pengalaman yang benar-benar menggetarkan jiwa.
Tak terasa, sudah satu minggu aku berada di kota Cilegon yang penuh nuansa ini, aku harus kembali ke Berlin, kota tempatku bekerja untuk menggapai mimpi dan cita-cita karir. Dengan rasa berat hati aku berpamitan pada Bibi, Novi, Ayu dan juga Bayu, namun ada satu orang yang benar-benar sulit untuk bisa aku hubungi, hingga aku tak bisa berpamitan dengannya yakni Linda, semenjak kunjungan terakhirnya ke rumah Bayu, Linda kembali sulit untuk dihubungi.
Satu tahun berselang, aku tak dapat mengunjungi Bayu kali ini, karena untuk jatah cuti tahun ini, adikku mengajakku untuk liburan di Semarang, namun aku dan Bayu sering bercakap via telepon, ketika aku menanyakan kabar Linda kepada Bayu, katanya Linda sedang fokus mengerjakan tugas akhirnya dan berkosentrasi penuh untuk penelitiannya itu. Mendengar kabar itu, terlintas dua dugaan yang berbeda dalam benakku, jika itu benar, maka syukurlah, namun jika ada yang disembunyikan oleh Kak Linda dari Kak Bayu, aku berharap itu bukanlah hal yang buruk.
Dua tahun berlalu, kali ini aku sempatkan untuk berkunjung kembali ke rumah Bayu, aku berjalan dari depan gang menuju rumah Bayu setelah turun dari taksi, terlihat dari kejauhan sesosok pemuda yang duduk di kursi rodanya, di depan teras rumah, menatap langit dengan pandangan penuh harap. Semakin dekat aku berjalan terlihat raut wajah penuh ketegaran dan selalu dipenuhi binar-binar harapan. Dari kejauhan, kulihat dia menatapku dan senyumnya mulai terbentuk, “Assalamu’alaykum kak,” sapa ku, “Wa’alaykumsalam warrah matullahi wabarrakaatuh,” jawabnya hangat, “Ayo masuk, terus mandi, aku udah nungguin kamu dari tadi,” serunya kepadaku, “Siap bos”, jawabku. Setelah mandi dan menunaikan Shalat Ashar, aku duduk di bangku teras, menemani Bayu yang sedang menunggu pelanggan di teras rumah yang juga menjadi kios pulsa miliknya ini.“Diminum itu teh nya Put”, tawar Bayu kepadaku, “Iya kak, terima kasih,” jawabku. Lalu kami berbincang dan saling menanyakan kabar, dan perbincangan antar lelaki sejati, mulai dari pengalaman hidup hingga rencana di masa depan nanti.
“Oh, iya Put, waktunya pas banget nih, besok temenin aku ketemuan sama Linda ya, dia pasti seneng banget ketemu kamu,” ajak Bayu dengan nada ceria kepadaku, “Oh, jelas, pastilah kak, aku temenin, apa kabar dia sekarang?” Tanyaku penasaran, “Alhamdulillah Insya Allah luar biasa, besok kita naik mobil papa aja, kamu udah punya SIM kan?” tanya Bayu, “Iya kak, lhoh, emang sekarang kak Linda tinggal udah pindah di Serang?” tanyaku penasaran, “Ya, daerah Serang, tapi agak di pinggiran lumayan jauh, kamu istirahat yang cukup malam ini,” jawabnya lagi. Malam pun menjelang, aku baru sadar, foto Linda terpajang di bawah lampu malam ruang tengah, ada yang berbeda dengan foto ini, ya, kini Linda telah mengenakan hijab, dia sungguh anggun dan terlihat semakin cantik, pantas saja Bayu semakin bebinar-binar bila ingin bertemu dengannya.
Saat pagi hari, aku mulai mempersiapkan kendaraan setelah meminta izin kepada paman untuk meminjam mobilnya, saat akan berangkat, Bayu menyuruhku membeli buket bunga lengkap, “Benar-benar pria romantis sepupuku ini,” kataku dalam hati. Kami pun berangkat, sepanjang perjalanan, kami menyanyikan lagu-lagu indah tentang cinta yang dinyanyikan oleh musisi-musisi terkenal.Tak terasa akhirnya kami sampai di tempat Linda menunggu kami, Bayu berkata dia sudah janjian semalam dengan Linda bertemu di tempat ini.
Aku turun dan mempersiapkan kursi roda milik Bayu, Bayu sesegera turun sambil membawa dua kuntum bunga mawar merah dan dua botol air minum mineral, “Benar-benar romantis, tapi kog tega, air minumnya cuma bawa dua, buat aku mana? Dasar, kalau dunia udah milik berdua ya kayak begini ini, lupa segalanya,” pikirku dalam hati. Bayu kemudian menyuruhku untuk bergegas, aku mendorongnya dengan penuh semangat, ya, tempatnya janjian untuk bertemu sungguh indah, penuh dengan padang ilalang dan dipenuhi pepohonan rimbun. Setelah lima menit mendorong, di jalan setapak, aku tak melihat sesosok wanita dari kejauhan.
“Dimana kak Linda, kog nggag ada? Kak Bayu nggag salah tempat kan?” Tanyaku meyakinkan, “Enggag, tuh Linda lagi nunggu di situ,” jawabnya sambil menunjuk ke  arah Barat, aku kemudian terdiam, aku lanjut mendorong Bayu dengan pandangan kosong, semakin dekat ke arah Linda, langkahku malah semain terasa berat, setelah sampai, aku tak kuat lagi meneteskan air mata, aku langsung duduk dan memeluk Bayu dengan erat, “Jadi, ini tempat janjiannya?” tanyaku dengan terisak tangis, “Iya,” jawab Bayu dengan tenang dan penuh senyuman. “Innalillahi Wa Inna Ilaihi Roji’uun,” ucapku dengan air mata yang masih menetes. “Linda, sesuai janjiku ke kamu, ini aku datang bersama Putra mengunjungi kamu, aku bawakan juga bunga kesukaan kau, dan sedikit air do’a, semoga kamu senang ya,” kata Bayu di depan pusara Linda. Air mataku semakin deras menetes menyaksikan kejadian ini, “Kenapa Kak Bayu nggag cerita sebelumnya?” Tanyaku sedikit kesal, “Karena itu yang Linda mau,” jawab Bayu. “Linda juga titip surat buat kamu,” lanjut Bayu bercerita kepadaku sambil menyerahkan sepucuk surat yang ditulis di kertas berwarna biru muda. Aku segera membuka dan membacanya, isinya :

Dear, Putra
Hai Putra, gimana kabar kamu sekarang? Pasti sudah semakin sukses ya?Tetap semangat dan berjuang jadi tenaga kesehatan yang professional dan bermutu ya, biar bisa memberikan pelayanan terbaik ke masyarakat. Mungkin ketika kamu baca surat ini, aku sudah pergi jauh, tapi jangan sedih, Allah yang menentukan segalanya, kita manusia cuma bisa pasrah dan menghadapi semuanya.
Terima kasih ya, atas semuanya, oh iya, titip Bayu, ingetin dia terus untuk jangan lupa minum obat dan harus rutin ke dokter untuk terapi, biar cepat sembuh, hehe, aku minta maaf ya, mungkin selama ini aku menutupi semua yang terjadi sama aku dan aku selalu bohong ke kamu, karena aku nggag mau orang-orang di sekitarku selalu sedih kalau ketemu aku, aku hidup tujuannya ya biar bisa membahagiakan orang-orang di sekitarku, bukan malah berbagi kesedihan karena keadaan yang menimpaku, ya sudah, tetap semangat ya, jadilah orang yang selalu berbagi kebahagian dan kasih sayang,
Salam Hangat Dariku,
Linda
Aku membaca surat itu sampai merinding tak percaya, betapa sukses dia menyembunyikan semuanya. Rasa sakit yang tak ingin dia bagi. Selama ini dia mengidap meningitis dan ternyata, tumor juga telah menggerogoti otaknya, serangan-serangan penyakit itu sering kali menyebabkan keluarnya darah melalui hidung setiap saat yang selalu dia tutupi dengan berbagai alasan, mulai kelalahan, kedinginan dan lain sebagainya. Dia berkali-kali menjalani kemoterapi, dan pengobatan alternatif dan beralasan bahwa dia sedang konsentrasi untuk studi profesi dan tugas-tugas lainnya, dia benar-benar sukses menutupi semuanya. Memang berdasarkan cerita dari Ayah Linda, Linda divonis oleh dokter mengidap penyakit cukup lamapenyakit itu diawali ketika keluhannya yang sering sekali pusing dan sakit kepala.
Aku benar-benar belajar banyak, bagaimana seseorang yang selama ini mencurahkan kasih sayangnya kepada kakak sepupuku dengan tulus, ternyata dia sendiri juga sedang mengalami rasa sakit dan lebih membutuhkan perhatian ekstra, namun dia malah menutupi semuanya, tak ingin orang sedih bila bertemu dengannya, karena keinginannya yang murni hanya satu, yakni berbagi kebahagiaan dan kasih sayang kepada orang-orang di sekitarnya, bahkan dia rela memberikan separuh nafasnya untuk mencurahkan kasih sayang kepada orang terkasih.

Tidak ada komentar: